Selamat Datang Di MTs NU 02 BATANG

Jl. Perintis Kemerdekaan No.02 RT.001 RW.001 Kalipucang Wetan
Kecamatan Batang - Kabupaten Batang
Jawa Tengah - Indonesia 51219

Bermimpilah selagi Kita Bisa, Gapailah semua Keinginanmu, Ingatlah tak ada yg sia-sia jika kita mau berusaha

Pages

Jumat, 27 April 2012

Ucapan Terima Kasih

Kami Keluarga Besar MTs NU 02 BATANG

Mengucapkan terima kasih kepada Pengawas UN dari SMP Negeri 6 Batang, yaitu :
  1. Bapak Sunarto
  2. Bapak Edi Supriyanto, S. Pd
yang selama 4 (empat) hari ini mendampingi kami untuk mengawasi pelaksanaan Ujian Nasional Tp. 2011/2012.

Dan kami, selaku Penyelenggara Ujian Nasional MTs NU 02 Batang mohon maaf apabila selama pelaksanaan Ujian Nasional ini ada kesalahan-kesalahan baik itu yang disengaja ataupun tidak kami sengaja.

Hari ke-4 pelaksanaan UN di MTs NU 02 Batang
Ucapan Terima Kasih Bapak Kepala Madrasah

Posted by: MTs NU 02 Batang
http://mtsnuduabatang.blogspot.com Updated at: 17.17

Sabtu, 21 April 2012

Mengenal Sejarah Raden Adjeng Kartini


BIOGRAFI R.A. KARTINI

Nama:
Raden Ajeng Kartini


Lahir:
Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879


Meninggal:
Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya)


Pendidikan:
E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar


Suami:
Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang


Prestasi:
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara
- Mendirikan sekolah untuk wanita di Rembang


Kumpulan surat-surat:

Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Penghormatan:
- Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional
- Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari besar


Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat bupati Jepara. Ibunya bernama M.A Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.
      Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang Wedana di Mayong. Peraturan Koloni waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan, karena M.A Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerdjan (Moerjan), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A Woerdjan, R.A.A Tjitrowikromo.

Kawedanan ("ke-wedana-an", bentuk bahasa Jawa) adalah wilayah administrasi kepemerintahan yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa Hindia-Belanda dan beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia yang dipakai di beberapa provinsi (misalnya Jawa Barat dan Jawa Timur). Pemimpinnya disebut wedana. Di wilayah Kalimantan wedana dipanggil kiai.
Pada masa kini kawedanan sudah dihapuskan namun posisi wedana di beberapa tempat masih diisi oleh pejabat yang disebut Pembantu Bupati yang tidak memiliki kewenangan pengambilan keputusan. Wilayah kerjanya disebut Wilayah Pembantu Kabupaten.

            Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat Bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europe Lagere School). Disini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
            Karena Kartini sudah bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
            Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (Paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandshe Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
              Oleh orang tuanya, Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki 3 isteri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang komplek kantor Bupati Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
            Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, R.M Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun, dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
            Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan sekolah wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada tahun 1912 dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “SEKOLAH KARTINI”. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, agama dan kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duistemis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan Surat Kartini ini diterbitkan pada 1911.
      Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan menjadi “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Kemudian tahun 1938 , keluarlah  “Habis Gelap Terbitlah Terang” Versi Armijn Pane seorang sastrawan pujangga baru.
          Terbitnya surat-surat Kartini , seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan Pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangikitan nasional Indonesia, antara lain W. R Supratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kartini.


Sumber :
(Suara NU -Edisi 13 April 2012-Halaman 4)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Wedana)
(http://ajunda.blogspot.com/2007/05/biodata-ibu-kartini.html)

Posted by: MTs NU 02 Batang
http://mtsnuduabatang.blogspot.com Updated at: 10.31